Sejumlah Kejanggalan dalam Vote SMS Komodo
Rabu, 02 November 2011
0
komentar
SPACE IKLAN 1 | SPACE IKLAN 1 |
Jakarta - Pakar telematika dari UIN Abimanyu 'Abah' Wachjoewidajat menilai ada sejumlah kejanggalan dalam vote SMS dukungan pulau Komodo itu. Keganjilan itu menurut Abah, dimulai saat gembar gembor di media jejaring sosial, twitter bahwa SMS Komodo ke 9818 gratis, namun pada kenyataannya tidak gratis melainkan bayar Rp 1.000.
"Pihak yang tadinya menyatakan bahwa SMS Komodo gratispun menjadi bungkam. Di saat awal SMS Komodo tidak dipermasalahkan akan tetapi saat SMS penyedotan pulsa menjadi marak kemudian pak Jusuf Kalla (JK) akhirnya menyatakan bahwa SMS Komodo diturunkan tarifnya menjadi Rp 1," ujar Abah melalui rilisnya kepada detikcom, Rabu (2/11/2011).
Tetapi sebelum pernyataan JK tersebut (Tarif SMS Rp 1) ternyata sudah ada sekitar sejutaan orang yang mengirim SMS Komodo saat tarifnya masih Rp1000. Itu berarti pengelola SMS Komodo mendapatkan pemasukan Rp 1 Miliar yang tentu penggunaan uang ini perlu dipertanyakan kemana? Mengingat pemerintah sudah membayar US$ 199 untuk menjadi OSC (Official Supporting Committee) dan tagihan dari N7W sebesar US$ 10 juta ke pemerintah Indonesia sudah dibatalkan karena kita menarik diri sebagai tuan rumah.
"Dengan demikian tidak perlu ada pembayaran ke N7W lalu uang Rp 1 M yang sudah terkumpul tersebut akan dikemanakan? Menjadi milik CP yang bersangkutan serta Operator Selular? Atau siapa? Selayaknya menurut saya seluruhnya disumbang ke Pulau Komodo untuk pelestarian, perawatan dan lainnya," terang Abah.
JK menjelaskan bahwa vote untuk Komodo bisa dengan 2 cara yakni SMS dan Internet. Tetapi menurut Abah, hal itu adalah informasi yang salah karena SMS Komodo tersebut mengirim jawaban (via SMS juga) dengan mereferensi agar pelaku vote mengunjungi situs www.pilihkomodo.com. Dimana didalamnya dijelaskan bahwa untuk vote Komodo harus masuk ke situs N7W dan yang kemudian melakukan tahapan vote.
"Akan tetapi tanpa sama sekali ada relevansinya dengan SMS Komodo. Lalu apa gunanya SMS Komodo kalau akhirya harus vote di internet juga?" terangnya.
Menurut Abah, meski dengan harga hanya Rp 1 sekalipun bila ada 100 juta SMS Komodo tetapi penggunanya tidak bisa akses ke internet, bisa dibayangkan bahwa saat itu pengelola SMS Premium 9818 langsung mendapatkan Rp100.000.000, tetapi kemudian tidak ada manfaatnya bagi pertambahan vote untuk Komodo di N7W. Sehingga menurut Abah jelas itu sia-sia.
"Pada berbagai informasi N7W sejauh ini saya hanya menemukan 1 cara untuk vote yakni ke situs N7W dengan mengisi data seperti Nama, Email, Alamat dan lain-lain, dimana email tersebut kelak akan diverifikasi (program N7W akan otomatis melakukan cek keabsahan email tersebut). Tujuannya agar vote menjadi valid yakni 1 email sama dengan 1 vote," terangnya.
"SMS Komodo tidak dibatasi 1 orang 1 SMS, sedangkan vote N7W, 1 email sama dengan 1 vote. Berarti bila voter SMS Komodo memiliki email dan bisa akses internet tetapi vote SMS Komodonya lebih dari satu kali, bisa dipastikan bahwa SMS yang berkali-kali itu akan sia-sia," terangnya.
Selain itu, Abah juga menyoroti adanya isu yang tersebar di masyarakat bahwa Komodo perlu kita vote banyak demi mengalahkan Kadal air dari Malaysia yang juga masuk sebagai 28 finalis N7W. Menurut Abah pernyataan tersebut bohong belaka, karena setelah melakukan pengecekan di internet ternyata Kadal Air Malaysia tidak ada dalam daftar 28 finalis.
"Lalu mengapa ada gosip seperti itu? Saya rasa isu tersebut dikembangkan oleh mereka yang mencoba menangguk keuntungan dari SMS Komodo ini. Karena isu Indonesia vs Malaysia selalu menjadi ajang pertarungan yang sengit dan penyebar Hoax tersebut cukup pintar memanfaatkan emosi masyarakat yang terpancing pada persaingan tersebut sehingga lalu mengirim SMS," papar Abah.
Keadaan semakin berkembang di mana pemerintah Indonesia kemudian melakukan investigasi keberadaan pengelola N7W dan kenyataannya itu alamat fiktif. Selain itu alamat yang dimaksud hanyalah suatu museum sepi yang buka hanya pada Juni-Agustus.
"Berarti kepengurusan N7W sepertinya fiktif bukan virtual. Dan saya sepaham dengan pendapat itu karena suatu alamat domain institusi yang mengacu pada alamat fisik 'yang dikirim oleh manusia dan dikatakan ada manusianya' hanya valid apabila ada isi manusia di tempat itu (pada jam kerja) dan memang ada pengurus validnya,' terangnya.
Namun anehnya justru JK seolah menyanggah perlunya keberadaan alamat riil dengan alasan ini sudah zaman digital dan semua serba virtual. Dari pernyataan JK tersebut menurut Abah jelas bahwa justru mungkin JK hanya mengira telah mengerti telematika, tetapi sebenarnya masih gaptek.
"Karena seberapa virtualnya suatu alamat digital akan tetap harus ada komputer, server, gateway, printer dan berbagai perangkat komputersasi lain yang hanya bisa dioperasikan manusia dan selayaknya ada manusia yang mengelola itu. Dan itu berarti harus jelas lokasinya," imbuhnya.
Sumber : link
0 komentar:
Posting Komentar