Era Ekonomi Kreatif

Posted by Unknown Rabu, 02 November 2011 0 komentar
SPACE IKLAN 1 SPACE IKLAN 1
KOMPAS.com - Berawal dari gebrakan di Inggris, ekonomi atau industri kreatif kini banyak diadopsi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan komposisi jumlah penduduk usia muda sekitar 43 persen (sekitar 103 juta orang), Indonesia memiliki basis sumber daya manusia cukup banyak bagi pengembangan ekonomi kreatif.

Industri kreatif memang lahir dari generasi muda. Awalnya dimotori oleh Tony Blair pada tahun 1990. Saat itu ia tengah menjadi calon perdana menteri Inggris. Era 1990-an, kota-kota di Inggris mengalami penurunan produktivitas karena beralihnya pusat-pusat industri dan manufaktur ke negara-negara berkembang.

Negara berkembang menjadi pilihan karena menawarkan bahan baku, harga produksi dan jasa yang lebih murah. Menanggapi kondisi itu, Tony Blair dan New Labour Party mendirikan National Endowment for Science and the Art (NESTA) yang bertujuan untuk mendanai pengembangan bakat-bakat muda di Inggris.
Setelah menang dalam pemilihan umum 1997, Blair yang menjadi PM Inggris membentuk Creative Industries Task Force. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Inggris. Lembaga tersebut berada di bawah Department of Culture, Media and Sports (DCMS). Pada tahun 1998, DCMS memublikasikan hasil pemetaan industri kreatif Inggris yang pertama kalinya.

Di Indonesia, industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu. Pemanfaatan untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi serta daya cipta individu tersebut. Fokus pemerintah terhadap industri kreatif baru dimulai tahun 2006.

Ada 14 subsektor industri kreatif, yakni periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; fesyen; video, film dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan. Pertumbuhan ekspor industri kreatif tahun 2006-2009 tercatat 2,9 persen.

Dengan ditunjuknya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pariwisata, untuk mengawal ekonomi kreatif, kalangan pelaku industri pun berharap banyak. Pertama, soal kendala pembajakan karya. Rendahnya daya beli masyarakat membuat pembajakan atas karya-karya kreatif kian marak. Akibatnya, ide-ide kreatif sering kali pupus yang pada akhirnya menyebabkan degradasi kreativitas.
Kedua, soal kendala pembiayaan. Masih belum diakuinya aktivitas ekonomi kreatif oleh perbankan membuat mereka tidak didukung bank. Minimnya modal memangkas kreativitas karena mereka hanya bekerja berdasarkan pesanan saja, bukan dari gagasan sendiri.

Ketiga, peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Pendidikan di bidang industri kreatif masih sangat kurang. Padahal, kontribusi industri kreatif dalam perekonomian nasional terus naik. Peningkatan itu tentunya membutuhkan tenaga-tenaga kreatif, inovatif, dan andal. Tidak akan mungkin tenaga-tenaga kreatif ini terbentuk tanpa adanya jenjang pendidikan di bidang industri kreatif.

Sumber : link

0 komentar:

Posting Komentar


free counters