Arti Reshuffle Kabinet Bagi Rakyat Miskin
Selasa, 01 Maret 2011
0
komentar
Peta politik saat sidang paripurna soal usulan pansus angket pajak, selasa, 22 Februari lalu, sepertinya akan berbuntut pada reshuffle kabinet. Dua partai pendukung pemerintah, Golkar dan PKS, telah mengambil sikap berseberangan dengan partai pemerintah. Partai Demokrat, dan terutama sekali SBY, merasa dikhianati oleh dua mitra koalisinya tersebut.
Isu reshuffle pun bertiup kencang. Dan, pada 28 februari 2010, politisi muda partai Demokrat yang dikomandoi oleh Ulil Abshar Abdallah telah menggelar konferensi pers sebagai bentuk dukungan terhadap Presiden SBY untuk melakukan reshuffle. Kalau begitu, reshuffle kabinet sudah di depan mata.
Reshuffle kabinet sudah berulang kali terjadi di Indonesia. Tetapi yang terjadi hanyalah pergantian orang, bukan pergantian mentalitas dan kebijakan. Tidak salah kalau banyak orang yang menganggap reshuffle kabinet hanya agenda “pengaturan ulang jatah kekuasaan”.
Reshuflle sangat jauh dari agenda dan kepentingan rakyat miskin. Basis kemunculan isu reshuffle saja bukan dari kegagalan seorang menteri menjalankan pekerjaannya, melainkan perbedaan kepentingan di kalangan partai pendukung pemerintah.
Si Udin misalnya, seorang tukang jual gorengan keliling, mengaku kesulitan menjangkau harga-harga kebutuhan pokok keluarganya setiap hari. Dia juga ingin sekali mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. “Kalau bisa kerja di pabrik kan lebih baik. Gajinya lebih jelas, ketimbang begini (jualan gorengan),” begitu katanya.
Bagaimana pula harapan Si Tarjo, petani asal Temanggung, yang sudah lama tidak mendapat nilai tambah apapun dari kegiatannya bertani. “Harga pupuk sangat mahal dan langka. Irigasi juga dalam kondisi tidak maksimal. Banyak hama yang menganggu. Sudah begitu, harga jual gabah kami sangat murah. Pemerintah lebih senang dengan impor,” keluhnya.
Akankah reshuflle memenuhi harapan Si Udin dan Si Tarjo? jangan harap. Reshuffle bukan karena kehendak Si Udin dan Si Tarjo, melainkan karena kehendak Si Bos besar. “Supaya kekuasaan si Bos tetap aman sampai di 2014, maka lawan-lawannya di tawari kekuasaan. Sedangkan yang tetap ngotot melawan akan dikucilkan.”
Meskipun ada pergeseran politik pasca sidang paripurna soal angket pajak, dan terlebih lagi jika terjadi reshuffle, tetapi pergeseran itu belum bisa diharapkan dapat menciptakan polarisasi antara pro dan anti-imperialis. Sebab, sebagaimana sudah diterangkan berulang kali dalam editorial sebelumnya, bahwa tidak ada partai politik di parlemen yang punya ideologi yang jelas dan dijalankan secara konsisten. Kalau hari ini mereka di luar pagar, maka besok mereka bisa masuk pagar jikalau pintu dibukakan ke mereka. Begitu juga sebaliknya.
Oleh karena itu, adalah penting untuk menghubungkan persoalan Si Udin dan Si Tarjo bukan dengan isu reshuffle kabinet, tetapi kepada tuntutan yang lebih tegas dan terang: banting stir haluan kebijakan ekonomi dan politik. Tanpa sebuah pemerintahan nasional yang mandiri dan demokratis, maka tidak akan ada perubahan nasib bagi rakyat miskin Indonesia.
Sumber : http://berdikarionline.com